Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Prinsip Tema Insidental di PAUD untuk Mempelajari Kejadian yang Viral “Corona”



                                           Sumber: google.com
Sudah bukan hal yang baru menyusun kurikulum pembelajaran di awal tahun ajaran. Bukan hal baru pula ketika seorang guru diwajibkan membuat perencanaan pembelajaran. Hal yang sering dikeluhkan seorang pendidik, tugas mengumpulkan dokumen perencanaan. Bukan karena mereka tidak membuat perencanaan, tapi tidak semua orang mudah menuliskan apa yang dipikirkan dan direncanakan. Selain tugas seorang guru yang sudah cukup banyak, diluar tugas administratif. Pengembangan tema sudah dilakukan diawal tahun ajaran menjadi untuk digunakan membuat perencanaan selanjutnya.
Tema bukanlah tujuan utama pembelajaran. Kompetensi dasar tiap aspek perkembanganlah yang merupakan tujuan dari pembelajaran. Apa pun temanya pasti bisa digunakan untuk menstimulasi kompetensi dasar seluruh aspek perkembangan. Lalu seberapa penting tema dalam pembelajaran. Tema adalah pemberi makna. Tema akan mengkaitkan seluruh muatan pembelajaran untuk mencapai  kompetensi dasar untuk seluruh aspek perkembangan. Hal ini menjadi alasan pembelajaran di TK disebut pembelajaran tematik.
Ketrampilan mengembangkan tema harus dimiliki oleh guru. Semakin detail pengembangan tema maka akan menjadi semakin bermakna. Sebagai Contoh: tema makanan bisa dikembangkan menjadi nasi, sayur, lauk, buah, dan puncak tema makan bersama. Pengembangan ini bisa dibuat lebih detail missal nasi saja bisa dikembangkan menjadi macam nasi,manfaat nasi,  tempat nasi, menanak nasi, nasi tuumpeng. Macam nasi juga masih bisa dikembangkan jadi nasi berdasarkan bahan pokok ada nasi jagung, nasi tiwul, nasi beras putih, nasi beras merah, berdasarkan olahan ada nasi liwet, nasi bakar, nasi gurih, nasi kuning, nasi goreng. Pengembangan tema menyesuaikan kreativitas guru.
Apa yang dipertimbangkan dalam pengembangan tema?
Sumber: Mustofa dkk, 20155, Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini

Tema harus dekat dengan kehidupan anak, sudah dikenal anak, menarik minat anak dan yang terakhir menyisipkan kejadian luar biasa yang dihadapi anak. Berdasarkan prinsip keinsidentalan maka tema tidak harus direncanakan diawal. Tema bisa diambil dari kejadian luar biasa yang sedang dialami anak, kejadian yang sedang viral di media, sesuatu yang direquest oleh anak-anak. Mengapa prinsip tema incidental ini perlu dilakukan? Jawabannya ada pada prinsip tema yang lainnya. Ketika di televisi disiarkan tetang banjir, daerah sekitar anak terjadi banjir,  orang sekitar akan membahas banjir pula. Ketika ini terjadi pokok bahasan banjir akan diobrolkan anak di sekolah. Ketika anak tertarik pada suatu hal maka berarti anak sedang dalam keadaan siap mempelajari ha tersebut. Maka tema yang tepat dikembangkan adalah banjir yang memenuhi prinsip kesederhanaan, kedekatan, kemenarikan dan incidental. Menggunakan tema incidental melatih kepekaan anak terhadap apa yang terjadi disekitar.
Apa tema yang sedang viral saat ini sehingga bisa diangkat sebagai tema? Corona/ Covid-19
Saat ini anak diharuskan beraktivitas di rumah serta dianjurkan tidak keluar rumah karena virus ini. Di media elektronik tiap hari kejadian ini juga disebutkan. Anak pasti sering mendengarkan tentang virus corona dari orang sekitar. Ada hal-hal tidak biasa yang dilakukan ketika adanya virus corona ini. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini anak butuh dan siap belajar tentang corona. Seluruh prinsip pengembangan tema mengarah pada pengembangan tema “Corona”.
Pada saat ini pembelajaran menggunakan system daring. Guru PAUD pun harus menunjukkan kompetensinya dalam menggunakan teknik pembelajaran dalam jaringan untuk kepentingan anak-anak. Anak-anak yang rindu teman, sekolah, dan suasana sebelum corona membutuhkan sapaan dan penguatan dari guru. Anak akan bahagia mendapati guru akan menyapa via aplikasi. Guru pun harus memodifikasi ulang kurikukum yang sudah direnncanakan. Guru bisa menerapkan prinsip tema incidental untuk menjawab penasaran dan memenuhi kebutuhan anak. Menjadi guru yang tanggap pada keadaan, untuk mendidik anak siap pada segala perubahan. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa
“Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Seluruh kompetensi ini sedang diuji ketika ada kejadian luar biasa “Corona”, Di bawah ini ada contoh sederhana pengembangan tema corona yang sederhana. Selamat mencoba.
Semangat untuk Guru PAUD seluruh Indonesia



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Ketika Hasil Penilaian Harus Terwakilkan dalam Narasi di Rapot PAUD




(Hasil diskusi bersama mahasiswa yang sebagian besar sudah mengajar)
Dosen              : Haruskah di PAUD ada penilaian?
Mahasiswa      : “Perlu.” (serentak seluruh mahasiswa)
Dosen              : “Apa yang dinilai dari anak usia dini?”
Mahasiswa      : “Aspek perkembangan” (serentak seluruh mahasiswa)
Dosen              : “Lalu, bagamana cara menilainya?”
Mahasiswa      : “Observasi, checklist, anecdote” (penjawab mulai berkurang)
Dosen              : “Hasil penilaian yang guru lakukan pada anak seperti apa?”
Mahasiswa      : “Dikasih bintang 1,2,3,4, diberi skor 1,2,3,4 dan diberi BB, MB, BSH, BSB (jawaban mulai bervariasi)
Dosen              : “Kalau yang menurut kurikulum 13, pakai mana?”
Mahasiswa      : “Diberi BB, MB, BSH, BSB
Dosen              : “Yakin ini hasil penilaian?”
Mahasiswa      :”Iya, di sekolah seperti iru.” (mulai ragu)
Dosen              :”Kalau hasil pengukurannya seperti apa?”
Mahasiswa      :”…………”(diam berpikir)
Dosen              :” Yang disebutkan tadi pengukuran atau penilaian?”
Mahasiswa      : Jawaban mulai tak kompak
Pemberian peringkat berupa  angka, huruf, dan simbol kepada suatu atribut/karakteristik  tertentu yang dimiliki oleh orang, hal, atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Ciri pengukuran pada umumnya berbentuk angka. Penilaian dilakukan untuk pengumpulan informasi tentang hasil tindakan tertentu atau program (Cubey&Dalli, 1996). Proses pengumpulan informasi yang digunakan untuk membuat keputusan tentang anak (Anthony J. Nitko, 1996). Penilaian skala kecil dalam PAUD bertujuan mengklarifikasi pembelajaran anak untuk melaporkan pembelajaran itu kepada keluarga (Earl dalam Flottman, Stewart & Tayler, 2011). Pelaporan perkembangan hasil pembelajaran diberikan secara berkala berupa laporan perkembangan atau rapot.
Dosen              : “Jika BB, MB, BSH, dan BSB adalah hasil penilaian, bagaimana memasukkannya dalam rapot untuk diberikan pada orang tua?”
Mahasiswa      :”Dijadikan dasar bu untuk menulis rapot?”
Dosen              :“Bagaimana membuat symbol tersebut menjadi kualitatif? Bukankah rapot berbentuk narasi?”
Mahasiswa      : “Hasil penilaian dari satu semester dikumpulkan dinarasikan?”
Dosen              : “Apa arti BB, MB, BSH, dan BSB?”
Mahasiswa      : “Belum berkembang, mulai berkembang, berkembang sesuai harapan, dan berkembang sangat baik?”
Dosen              :”Itu kepanjangannya, baiklah kapan anak mendapat BB, MB, BSH, dan BSB?”
1.      1 (BB) artinya Belum Berkembang: bila anak melakukannya harus dengan bimbingan atau dicontohkan oleh guru;
2.      2 (MB) artinya Mulai Berkembang: bila anak melakukannya masih harus diingatkan atau dibantu oleh guru;
3.      3 (BSH) artinya Berkembang Sesuai Harapan: bila anak sudah dapat melakukannya secara mandiri dan konsisten tanpa harus diingatkan atau dicontohkan oleh guru;
4.      4 (BSB) artinya Berkembang Sangat Baik: bila anak sudah dapat melakukannya secara mandiri dan sudah dapat membantu temannya yang belum mencapai kemampuan sesuai indikator yang diharapkan.
Sebagai contoh
Indicator: mampu berdiri dengan 1  kaki
1.      1 (BB) artinya Belum Berkembang: bila anak mampu berdiri dengan 1  kaki harus dengan bimbingan atau dicontohkan oleh guru;
2.      2 (MB) artinya Mulai Berkembang: bila anak mampu berdiri dengan 1  kaki masih harus diingatkan atau dibantu oleh guru;
3.      3 (BSH) artinya Berkembang Sesuai Harapan: bila anak sudah mampu berdiri dengan 1  kaki secara mandiri dan konsisten tanpa harus diingatkan atau dicontohkan oleh guru;
4.      4 (BSB) artinya Berkembang Sangat Baik: bila anak sudah mampu berdiri dengan 1  kaki secara mandiri dan sudah dapat membantu temannya yang belum mencapai kemampuan sesuai indikator yang diharapkan.
Pertanyaan:
1.      Jika anak bisa berdiri dengan 1 kaki tetapi harus berpegang pada tembok apa yang yang didapat anak?
2.      Jika anak hadir tapi tidak bersedia melakukan yang dicontohkan guru, perlu diberi nilaiapa?
Jawaban jika
1.      Jika jawabnya MB, sementara MB diartikan anak mampu berdiri dengan 1  kaki masih harus diingatkan atau dibantu oleh guru. Berarti ini kalimat tersebut yang akan ditulis sementara kenyataan anak bisa berdiri dengan 1 kaki tetapi harus berpegang pada tembok. Cocok kah?
2.      Jika jawabannya BB, sementara BB diartikan anak mampu berdiri dengan 1  kaki harus dengan bimbingan atau dicontohkan oleh guru. Berarti kalimat tersebut yang akan ditulis dirapot sementara kenyataan anak tidak bersedia mencoba berdiri dengan 1 kaki.
3.      Atau guru harus mengingat-ingat kembali fakta yang terjadi. Lalu apa fungsi rekap penilaian?
Sampai disini yang terjadi di lapangan penilaian belum bisa mencerminkan apa yang terjadi. Sehingga muncul masalah tidak konsistennya antara rekap penilaian dengan rapot serta guru kesulitan ketika menulis rapot. BB, MB, BSH, dan BSB memang sudah diartikan dalam kurikulum 2013 tetapi bisa dimodifikasi sesuai dengan indicator yang dinilai, yang dapat mewakili fakta di lapangan. Guru lah yang dapat memberikan kriteria-kriteria penilaian ini. Betapa pentingnya penilaian untuk perbaikan dan perencanaan pembelajaran selanjutnya. Maka kriteria penilaian menentukan akurasi.

Salam sukses untuk guru PAUD seluruh Indonesia









  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

PAUD Belum Siap Akreditasi, Layak kah di Visitasi




           Di Indonesia Pendidikan Anak Usia Dini sebagai jenjang pendidikan yang focus pada anak usia 0-6 tahun untuk memberikan rangsangan pada aspek perkembangan nilai agama moral, social emosional, fisik motoric, bahasa, kognitif dan seni. Dari sisi makna tersebut PAUD sudah menggambarkan tugas mulia yang ada dipundak guru PAUD. Menjadi guru PAUD harusnya suatu kebanggaan. Guru PAUD yang mengajarkan berhitung, bernyanyi, mengenalkan membaca, toilet training, sikap makan dan ketrampilan hidup lain. Bayangkan berapa banyak ketrampilan hidup yang diajarkan oleh seorang guru PAUD. Maka banggalah jadi guru PAUD. Bukankah kita hidup punya tujuan untuk memiliki keturunan, dan memahami pendidikan serta perkembangan anak pasti diperlukan oleh setiap orang. Jadi mempelajari ilmu PAUD sama saja mempelajari ilmu kehidupan, pasti bermanfaatnya.
       Jumlah ketertarikan terhadap profesi  guru PAUD tidak sebanding dengan kebutuhan guru PAUD. Terbukti belum sebandingnya lulusan PG PAUD dengan lembaga PAUD yang tersedia. Program satu desa satu PAUD, memeratakan pendidikan dari segi tempat berkegiatan. Masalah yang muncul adalah, ada gedung tapi bingung siapa yang harus jadi guru. Akhirnya guru PAUD bukan lulusan PG PAUD tetapi berasal dari lulusan dibidang lain atau bahkan masih lulusan SMA. Jika mereka mengajar PAUD memang dari hati maka mereka akan menjadi guru pebelajar, mengikuti pelatihan, banyak belajar dari online, diklat dasar, atau bahkan ada yang kuliah di bidang PAUD, selalu banyak cara bagi yang ingin belajar. Sesuatu pasti akan maksimal jika dilakukan sepenuh hati, lulusan PG PAUD mengajar tapi tidak sepenuh hati maka tidak akan maksimal. Apalagi jika belum memiliki dasar ke PAUDan tetapi mengajar hanya demi eksis atau menggugurkan kewajiban? Apa yang akan terjadi pada anak-anak kita? Kita pasti ingin yang terbaik untuk anak kita, generasi penerus bangsa.
         Lembaga PAUD pun sekarang tiap tahun mendapat kuota akreditasi yang sangat banyak. Di Jawa Timur pada tahun 2019 6000an kuota akreditasi untuk PAUD dan PNF. Hal ini menandakan kualitas lembaga PAUD begitu diperhatikan. Lembaga PAUD tidak dapat terlepas dari peran guru PAUD. Semangat guru PAUD untuk belajar adalah kunci keberhasilan Pendidikan Anak Usia Dini. Semangat untuk bersedia menerima perubahan dan mencoba hal baru adalah point utama. Membesarkan anak sesuai dengan zamannya dan dunianya. Zaman yang sudah memasuki era digital dan dunia anak melalui bermain. Dari hasil observasi lembaga PAUD yang saya visitasi di wilayah Jawa Timur sebagian besar masih menggunakan LKA (Lembar Kegiatan Anak) sebagai rencana utama. Bahkan mirisnya ada yang menjawab bahwa tema menyesuaikan majalah, bukan majalah yang menyesuaikan tema. Apakah bagi anak ini bermain, belajar atau justru bekerja? Bahkan ketika sudah digalakkan saintifik, pembelajaran masih identic dengan penugasan. Sebagian guru masih bingung apa itu saintifik. Kata saintifik hanya tertulis di dokumen kurikulum dan rencana pembelajaran, tidak pada kenyataan. Jika hal dasar ini saja belum dimengerti jangan salahkan jika bagi anak dunia bermain sudah dikorupsi.
            Pengalaman ketika mengamati pembelajaran seorang guru mengumumkan bahwa besok libur dan apa yang terjadi? Sorak ramai kebahagiaan anak seolah terlepas dari tekanan. Hal ini menjadi pertanyaan tersendiri ada apa dengan PAUD ini? Seolah merdeka belajar belum berhasil disini, mana bermainnya? Sementara terdapat keterbatasan alat permainan edukatif yang dijumpai di lapangan. Sebenarnya yang bermasalah adalah alokasi dana untuk APE yang kurang atau guru yang belum bisa menggunakan kreativitas merancang alat main. Apa yang tergambar dari APE menurut guru? Sejatinya setiap benda yang dapat dimainkan anak dan bernilai edukatif bisa disebut APE bukan?
          Masalah tidak berhenti disini, gaji guru PAUD dinilai masih belum mencukupi. Gaji pas-pasan tetapi tuntutan tanpa batasan. Lembaga harus memiliki kurikulum dan membuat perencanaan pembelajaran. Dilapangan dijumpai kurikulum yang sama tiap tahun tidak diperbarui, bahkan ada perencanaan pembelajaran yang sama dalam satu kecamatan. Temuan ini menunjukkan merdeka belum dirasakan guru dalam membuat perencanaan pembelajaran. Seolah terdapat perombakan besar-besaran ketika akan akreditasi. Mendadak ada perencanaan, ada APE baru, ada perubahan mengajar khusus menyambut asesor visitasi. Tentunya lembaga yang didatangi untuk visitasi aadalah lembaga yang menurut Badan Akreditasi Nasional layak untuk diakreditasi. Dengan temuan yang begitu banyak sudahkah lembaga, khususnya guru merasa siap untuk diakreditasi? Hasil wawancara sebagian merasa ragu, kapanpun akreditasi pasti akan dilakukan, serta ada jawaban takut BOP tidak cair jika belum akreditasi. Dari segi pengamatan ketika lembaga ditelpon untuk divisitasi sebagian lembaga meminta atau memilih waktu bagian akhir dari jadwal. Hal ini menandakan masih butuh waktu untuk mempersiapkan.
        Pertanyaan baru muncul, apakah akreditasi akan mempengaruhi jumlah peserta didik baru di semua lembaga? Apakah semua atau sebagian besar orangtua menjadikan nilai akreditasi lembaga untuk memilih PAUD untuk anaknya?apakah nilai akreditasi menggambarkan kualitas lembaga PAUD?
Mari renungkan bersama, sekedar secuil pengalaman dan pemikiran sebagai asesor visitasi yang masih baru. 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS