Di Indonesia Pendidikan Anak Usia
Dini sebagai jenjang pendidikan yang focus pada anak usia 0-6 tahun untuk
memberikan rangsangan pada aspek perkembangan nilai agama moral, social emosional,
fisik motoric, bahasa, kognitif dan seni. Dari sisi makna tersebut PAUD sudah
menggambarkan tugas mulia yang ada dipundak guru PAUD. Menjadi guru PAUD
harusnya suatu kebanggaan. Guru PAUD yang mengajarkan berhitung, bernyanyi,
mengenalkan membaca, toilet training, sikap makan dan ketrampilan hidup lain.
Bayangkan berapa banyak ketrampilan hidup yang diajarkan oleh seorang guru
PAUD. Maka banggalah jadi guru PAUD. Bukankah kita hidup punya tujuan untuk
memiliki keturunan, dan memahami pendidikan serta perkembangan anak pasti
diperlukan oleh setiap orang. Jadi mempelajari ilmu PAUD sama saja mempelajari
ilmu kehidupan, pasti bermanfaatnya.
Jumlah ketertarikan terhadap
profesi guru PAUD tidak sebanding dengan
kebutuhan guru PAUD. Terbukti belum sebandingnya lulusan PG PAUD dengan lembaga
PAUD yang tersedia. Program satu desa satu PAUD, memeratakan pendidikan dari
segi tempat berkegiatan. Masalah yang muncul adalah, ada gedung tapi bingung
siapa yang harus jadi guru. Akhirnya guru PAUD bukan lulusan PG PAUD tetapi
berasal dari lulusan dibidang lain atau bahkan masih lulusan SMA. Jika mereka
mengajar PAUD memang dari hati maka mereka akan menjadi guru pebelajar,
mengikuti pelatihan, banyak belajar dari online, diklat dasar, atau bahkan ada
yang kuliah di bidang PAUD, selalu banyak cara bagi yang ingin belajar. Sesuatu
pasti akan maksimal jika dilakukan sepenuh hati, lulusan PG PAUD mengajar tapi
tidak sepenuh hati maka tidak akan maksimal. Apalagi jika belum memiliki dasar
ke PAUDan tetapi mengajar hanya demi eksis atau menggugurkan kewajiban? Apa yang
akan terjadi pada anak-anak kita? Kita pasti ingin yang terbaik untuk anak
kita, generasi penerus bangsa.
Lembaga PAUD pun sekarang tiap
tahun mendapat kuota akreditasi yang sangat banyak. Di Jawa Timur pada tahun
2019 6000an kuota akreditasi untuk PAUD dan PNF. Hal ini menandakan kualitas
lembaga PAUD begitu diperhatikan. Lembaga PAUD tidak dapat terlepas dari peran
guru PAUD. Semangat guru PAUD untuk belajar adalah kunci keberhasilan Pendidikan
Anak Usia Dini. Semangat untuk bersedia menerima perubahan dan mencoba hal baru
adalah point utama. Membesarkan anak sesuai dengan zamannya dan dunianya. Zaman
yang sudah memasuki era digital dan dunia anak melalui bermain. Dari hasil
observasi lembaga PAUD yang saya visitasi di wilayah Jawa Timur sebagian besar
masih menggunakan LKA (Lembar Kegiatan Anak) sebagai rencana utama. Bahkan
mirisnya ada yang menjawab bahwa tema menyesuaikan majalah, bukan majalah yang
menyesuaikan tema. Apakah bagi anak ini bermain, belajar atau justru bekerja?
Bahkan ketika sudah digalakkan saintifik, pembelajaran masih identic dengan
penugasan. Sebagian guru masih bingung apa itu saintifik. Kata saintifik hanya
tertulis di dokumen kurikulum dan rencana pembelajaran, tidak pada kenyataan.
Jika hal dasar ini saja belum dimengerti jangan salahkan jika bagi anak dunia
bermain sudah dikorupsi.
Pengalaman ketika mengamati
pembelajaran seorang guru mengumumkan bahwa besok libur dan apa yang terjadi? Sorak
ramai kebahagiaan anak seolah terlepas dari tekanan. Hal ini menjadi pertanyaan
tersendiri ada apa dengan PAUD ini? Seolah merdeka belajar belum berhasil
disini, mana bermainnya? Sementara terdapat keterbatasan alat permainan
edukatif yang dijumpai di lapangan. Sebenarnya yang bermasalah adalah alokasi
dana untuk APE yang kurang atau guru yang belum bisa menggunakan kreativitas
merancang alat main. Apa yang tergambar dari APE menurut guru? Sejatinya setiap
benda yang dapat dimainkan anak dan bernilai edukatif bisa disebut APE bukan?
Masalah tidak berhenti disini,
gaji guru PAUD dinilai masih belum mencukupi. Gaji pas-pasan tetapi tuntutan
tanpa batasan. Lembaga harus memiliki kurikulum dan membuat perencanaan
pembelajaran. Dilapangan dijumpai kurikulum yang sama tiap tahun tidak
diperbarui, bahkan ada perencanaan pembelajaran yang sama dalam satu kecamatan.
Temuan ini menunjukkan merdeka belum dirasakan guru dalam membuat perencanaan
pembelajaran. Seolah terdapat perombakan besar-besaran ketika akan akreditasi.
Mendadak ada perencanaan, ada APE baru, ada perubahan mengajar khusus menyambut
asesor visitasi. Tentunya lembaga yang didatangi untuk visitasi aadalah lembaga
yang menurut Badan Akreditasi Nasional layak untuk diakreditasi. Dengan temuan
yang begitu banyak sudahkah lembaga, khususnya guru merasa siap untuk
diakreditasi? Hasil wawancara sebagian merasa ragu, kapanpun akreditasi pasti
akan dilakukan, serta ada jawaban takut BOP tidak cair jika belum akreditasi. Dari
segi pengamatan ketika lembaga ditelpon untuk divisitasi sebagian lembaga
meminta atau memilih waktu bagian akhir dari jadwal. Hal ini menandakan masih
butuh waktu untuk mempersiapkan.
Pertanyaan baru muncul, apakah
akreditasi akan mempengaruhi jumlah peserta didik baru di semua lembaga? Apakah
semua atau sebagian besar orangtua menjadikan nilai akreditasi lembaga untuk
memilih PAUD untuk anaknya?apakah nilai akreditasi menggambarkan kualitas
lembaga PAUD?
Mari renungkan bersama, sekedar secuil pengalaman dan pemikiran sebagai asesor visitasi yang masih baru.
0 komentar:
Posting Komentar